... Aku dan Kekagumanku pada Pesawat ...

Dalam angan - angan manda kecil dulu, pesawat terbang, dan pilot adalah 2 hal yang sangat menakjubkan. Burung besi yang besar dan berat itu bisa terbang di udara. Dan sosok pilot adalah sosok yang paling di kagumi, apalagi setelah ia mengetahui betapa hebatnya sebuah pesawat tempur. Burung besi itu bisa meliuk - liuk dengan lincahnya di udara. Membawa persenjataan yang tak kalah beratnya. Manuver - manuver hebat yang membuat musuh tak berkutik. Sayangnya aku tidak di ijinkan untuk menjadi seorang Pilot. Tapi itu tidak menyurutkan rasa ingin tau ku terhadap teknologi pesawat, apapun, baik sipil maupun tempur. Dan sekarang aku berbagi di Blog ini …

Sunday, June 8, 2008

... Kesaksian seorang Pilot ...

Kesaksian seorang Pilot



Saya membawa pesawat Boeing 737-300 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia rute bandara Selaparang, Lombok - bandara Adi Sucipto, Jogjakarta.

Pada ketinggian 23.000 kaki, pesawat memasuki awan hitam tebal yang mengandung petir dan menutupi pandangan mata. Ini berbahaya. Tidak ada pilihan lain kecuali menembusnya. Tiba - tiba mesin pesawat dua - duanya mati. Saya menyalakan generator untuk menghidupkan kembali kedua mesin yang mati tersebut, tetapi yang terjadi justru electricity power rusak. Pesawat lalu meluncur turun ke ketinggian 8000 kaki.

Saat pesawat meluncur itu, saya sudah berulang kali megirim pesan, "Mayday...mayday !" Tetapi jawaban tak kunjung datang dan akhirnya saya pasrah kepada kehendak Allah. Ketika kepasrahan itu menyeruak di relung hati saya yang paling dalam, saya kemudian bertakbir, " Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! "

Subhanallah,
tiba - tiba pesawat itu keluar dari kurungan awan dan saya bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapan saya. Saya sungguh merasa bahwa yang mengeluarkan pesawat saat itu dan kemudian menahan pesawat tetap stabil di udara tak lain adalah kekuasaan Allah, sebab mesin pesawat saat itu sama sekali tidak berfungsi.

Yang ada dalam benak saya saat itu adalah tumpukan dosa dan bayang - bayang kematian. Namun, saya menyadari bahwa kewajiban saya adalah membawa seluruh penumpang tetap dalam keadaan selamat. Keputusan yang kemudian saya ambil adalah menjadikan Bengawan Solo sebagai run way pendaratan. Ini juga sepenuhnya berasala dari Allah.

Saya tidak tahu darimana asalnya kekuatan yang bisa membuat saya memutar pesawat agar tidak menabrak jembatan besi yang membentang di sungai tersebut, kecuali juga dari Allah. Sebab power pesawat sudah mati. Allah pula yang menuntun saya mendaratkan pesawat di sisi dangkal sungai yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya, sementara di sekitarnya kedalaman sungai kurang lebih 10 meter. Tentu bisa dibayangkan apa yang terjadi bila pesawat salah mendarat. Kesalahan itu akan membawa seluruh penumpang dan awak pesawat menemui ajalnya.

-----------------------
... Saat mengudara ribuan kaki diatas langit, tak ada orang yang bisa menolong bila terjadi kecelakaan. Bisa terbang dan mendarat dengan selamatitu kemungkinannya hanya beberapa persen, selebihnya adalah kemurahan ALLAH ...

( Di kutip dari penuturan Kapten Pilot Abdul Rozak, Pilot Garuda yang mengalami kecelakaan tahun 2002, pada majalah Hidayatullah edisi Juni 2008 )

1 comment:

hari said...

subhanallah..sungguh,apa yg disampaikan mas A.Rozak sangat menggetarkan hati saya..mudah2an alloh melimpahkan ridhonya buat anda karena cerita anda menyadarkan saya dari kesombongan.saya sadar,ternyata kita tidak punya power apapun..salam buat keluarga